Mau tahu bandingan sifat perhiasan dunia yang kita temui saat ini dengan al-baqiyat ash-shalihat?
Dunia tentu saja begitu menawan di mata kita saat ini di dunia. Namun ada amalan shalih yang kekal abadi yang disebut al-baqiyat ash-shalihat yang lebih manfaat untuk kehidupan akhirat.
Allah Ta’ala berfirman,
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shalih adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (QS. Al-Kahfi: 46)
Di ayat lain, Allah menceritakan keindahan dunia dalam firman-Nya,
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآَبِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali ‘Imran: 14)
Sifat dunia yang disebutkan dalam ayat di atas lebih jelas lagi diterangkan dalam ayat,
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي الْآَخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadid: 20)
Sifat dunia yang diterangkan dalam surat Al-Hadid ayat 20 ada delapan:
- La’ib, artinya dunia hanyalah permainan, maksudnya cuma mendatangkan keletihan pada badan.
- Lahwu, artinya membuat hati lalai.
- Perhiasan, artinya nikmat dunia hanya digunakan untuk berhias diri.
- Saling berbangga dengan kesenangan.
- Saling berlomba dalam memperbanyak harta dan anak.
- Dunia benar-benar membuat orang takjub seperti tanam-tanaman yang mengagumkan petani.
- Dunia akan fana dengan cepatnya.
- Dunia tidak kekal.
Sifat dunia demikian adanya. Benar-benar kita temui di tengah-tengah kita, banyak yang menyikapi dunia seperti itu.
Namun ingatlah yang lebih manfaat adalah al-baqiyat ash-shalihat. Itu yang dianggap lebih baik di sisi Allah dan jadi pengharapan orang-orang beriman di akhirat kelak.
Apa itu al-baqiyat ash-shalihat?
Al-baqiyat ash-shalihat diterangkan oleh Ibnu ‘Abbas dan Sa’id bin Jubair serta sebagian salaf lainnya menyatakan bahwa al-baqiyat ash-shalihat adalah shalat lima waktu.
Shalat lima waktu berarti benar-benar manfaat untuk simpanan di akhirat.
Sedangkan ‘Atha’ bin Abi Rabbah dan Sa’id bin Jubair mengatakan dari Ibnu ‘Abbas bahwa yang dimaksud al-baqiyat ash-shalihaat adalah bacaan:
سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ للهِ، وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ الله، وَاللهُ أَكْبَرُ
“Subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaha illallah wallahu akbar.” (HR. Ath-Thabari, dengan sanad hasan)
‘Utsman bin ‘Affan ditanya mengenai al-baqiyat ash-shalihaat, maka ia menjawab, yang dimaksud adalah bacaan:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله، وَسُبْحَانَ اللهِ، وَالْحَمْدُ للهِ، وَاللهُ أَكْبَرُ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِالله العَلِيِّ العَظِيْمِ
“Laa ilaha illallah wa subhanallah walhamdulillah wallahu akbar wa laa hawla wa laa quwwata illa billah ‘aliyyil ‘azhim.” (HR. Imam Ahmad)
Kesimpulannya, al-baqiyat ash-shalihat adalah:
- Subhanallah
- Alhamdulillah
- Laa ilaha illallah
- Allahu akbar
- Laa hawla wa laa quwwata illa billah ‘aliyyil ‘azhim.
Al-baqiyat ash-shalihat sebenarnya bisa mencakup segala macam dzikir. Dari Al-‘Aufi, Ibnu ‘Abbas dalam perkataan lain mengatakan,
هُنَّ الكَلاَمُ الطَّيِّبُ
“Al-baqiyat ash-shalihat adalah setiap kalimat yang baik.” (HR. Ath-Thabari dengan sanad dha’if dari jalur Al-‘Aufi)
Al-baqiyat ash-shalihat bisa amalan shalih secara umum. ‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam menyatakan bahwa yang dimaksud adalah:
هِيَ الأَعْمَالُ الصَّالِحَةُ كُلُّهَا
“Al-baqiyat ash-shalihat adalah amalan shalih seluruhnya.” (HR. Ath-Thabari dengan sanad shahih dari jalur ‘Abdullah bin Wahab bin ‘Abdurrahman)
Kalimat yang paling mencakup semua makna seperti yang disebut dalam Al-Muktashar fi At-Tafsir (hlm. 299),
كُلُّ عَمَلٍ صَالِحٍ مِنْ قَوْلٍ أَوْ فِعْلٍ يَبْقَى لِلآخِرَةِ
“Al-baqiyat ash-shalihat adalah setiap amal shalih dari perkataan dan perbuatan yang tetap terus ada hingga akhirat.”
Lebih jelas lagi amalan tersebut disebutkan oleh Syaikh As-Sa’di rahimahullah di mana ia berkata, al-baqiyat ash-shalihaat adalah setiap bentuk ketaatan baik yang wajib maupun yang sunnah dari kewajiban pada Allah dan kewajiban terhadap sesama. Bentuknya bisa jadi adalah shalat, zakat, sedekah, haji, umrah, bacaan tasbih, tahmid, tahlil dan takbir. Begitu pula membaca Al-Qur’an, menuntut ilmu yang bermanfaat, memerintahkan pada yang ma’ruf (kebaikan) dan melarang dari yang mungkar. Termasuk pula silaturahim, berbakti pada orang tua, menunaikan kewajiban antara pasangan suami istri, begitu pula terhadap hamba sahaya dan hewan ternak. Juga termasuk berbuat baik pada sesama. Semua itu termasuk al-baqiyat ash-shalihaat. (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hlm. 502)
Seharusnya al-baqiyat ash-shalihat yang kita pentingkan daripada terus mengejar dunia. Karena hidup di dunia adalah sementara.
كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ , أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ
“Hiduplah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau pengembara.” (HR. Bukhari no. 6416)
Ath-Thibiy mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memisalkan orang yang hidup di dunia ini dengan orang asing (al-gharib) yang tidak memiliki tempat berbaring dan tempat tinggal. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan lebih lagi yaitu memisalkan dengan pengembara. Orang asing dapat tinggal di negeri asing. Hal ini berbeda dengan seorang pengembara yang bermaksud menuju negeri yang jauh, di kanan kirinya terdapat lembah-lembah, akan ditemui tempat yang membinasakan, dia akan melewati padang pasir yang menyengsarakan dan juga terdapat perampok. Orang seperti ini tidaklah tinggal kecuali hanya sebentar sekali, sekejap mata.” (Dinukil dari Fath Al-Bari, 18: 224)
Apakah dengan mengetahui nasihat ini kita masih mementingkan dunia yang fana dari negeri akhirat yang kekal abadi? Semoga jadi renungan berharga.
Hanya Allah yang memberi taufik.
Referensi:
Al-Muktashar fi At-Tafsir. Penerbit Muassasah Asy-Syaikh ‘Abdullah bin Zaid bin Ghanim Al-Khairiyyah.
Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim. Cetakan pertama, tahun 1431 H. Ibnu Katsir. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
Tafsir As-Sa’di (Taisir Al-Karimir Rahman). Cetakan kedua, tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
—
Naskhah Khutbah Jum’at di Masjid Jenderal Sudirman, Panggang, Gunungkidul, 6 Dzulqa’dah 1436 H
Selesai disusun di Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, 6 Dzulqa’dah 1436 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com
Ikuti update artikel Rumaysho.Com di Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat (sudah 3,6 juta fans), Facebook Muhammad Abduh Tuasikal, Twitter @RumayshoCom, Instagram RumayshoCom
Untuk bertanya pada Ustadz, cukup tulis pertanyaan di kolom komentar. Jika ada kesempatan, beliau akan jawab.